Blogger Themes
Membuat PNS dan TI Bersatu |
Filed under
Hot News
|
Sosok PNS yang pemalas, tidak inovatif dan kurang kreatif, disebut-sebut sebagai salah-satu penyebab tidak mulusnya penerapan teknologi informasi (TI) di pemerintahan. Iklim kerja yang kurang mendukung, sulitnya mengubah budaya kerja, rekruitmen PNS yang kurang profesional, belum adanya pengawasan hingga belum adanya sistem reward dan punishment membuat wacana PNS terhadap TI masih rendah.
Jam baru saja bergerak melewati angka 10. Pagi itu, di ruang berukuran 5 X 6 meter, sebagian pegawai terlihat asyik mengobrol. Sementara itu, beberapa pasang mata nampak serius menyimak layar kaca yang berada di salah-satu sudut ruangan di salah-satu departemen tersebut. Rupanya, berita entertain di sebuah stasiun televisi swasta, menarik perhatian PNS wanita. Sementara itu, dua orang laki-laki sepertinya tak peduli kegiatan rekan-rekannya. Keduanya asyik memeloti monitor komputer. “Score-nya jadi berapa?” tanya salah-satu dari mereka, tanpa memalingkan wajahnya dari layar monitor komputer. “Tenang saja, pasti aku bisa menang,” jawabnya dengan wajah sumringah. Usut cerita, keduanya terlibat dalam permainan game dan tengah berkompetisi.Situasi santai semacam itu, acapkali dijumpai di kantor instansi pemerintah baik di pusat maupun daerah. Kalau sudah begitu, sinyalemen bahwa PNS adalah sosok pemalas, sepertinya tidak perlu diperdebatkan lagi. Simak penuturan M.A.W Brouwer, penulis buku Indonesia Negara Pegawai (Leppenas, 1983). “Banyak pegawai negeri yang tidak menciptakan rasa aman bagi rakyatnya, pemalas, tidak inovatif, gila hormat, konsumtif, sering melakukan pungli, dan suka korupsi waktu,” tegas Brouwer. Almarhum yang semasa hidupnya berprofesi sebagai pastor dan psikolog ini juga menuturkan bahwa gaya hidup pegawai mendominasi kebudayaan Indonesia dan birokrasi negara kita.
Wahyudi Kumorotomo,
Dosen jurusan Administrasi Negara,
FISIP Universitas Gadjah Mada.
Meski pendapak Brouwer tidak serta diamini oleh semua kalangan dan tidak menyuguhkan kebenaran seratus persen, toh setidaknya, sebagian fakta mengamininya. Seperti dilontarkan oleh Wahyudi Kumorotomo “Sinyalemen Brouwer ada benarnya. Tapi saya melihatnya, itu terjadi lebih karena sistem, bukan sepenuhnya karena dari dulu manusianya tidak berubah. Dan ini bukan semata-mata soal stereotip bahwa PNS itu kebanyakan pemalas, kurang inovatif, dan korup. Tetapi ini soal iklim organisasi,” tandas dosen jurusan Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada ini. Selama ini, pendekatan pemerintah terhadap PNS, masih kata Wahyudi, keliru. Dalam organisasi pemerintah daerah, orang lebih menghargai disiplin yang semu bukan disiplin dalam bekerja atau kreativitas yang kuat. Hal ini, lanjut pria yang meraih gelar Master of Public Policy dari University of Singapore ini, “Mungkin disebabkan karena selama ini Menteri Dalam Negeri selalu dijabat oleh figur dari militer.”Penyebab lain, rekrutmen PNS yang kolutif mengakibatkan jajaran PNS disesaki oleh orang yang pemalas, kurang profesional, dan kurang kreatif. “Terus terang, saya termasuk yang sangat tidak setuju dengan kebijakan Menpan melalui surat edaran No. B/1110/M.PAN/6/2005 tahun lalu,” ujarnya. Kebijakan itu, di mata penulis buku Sistem Informasi Manajemen dalam Organisasi-orga-nisasi Publik ini, membuat pemerintah merekrut pegawai honorer tanpa tes seperti halnya calon PNS lainnya. Kebijakan ini merupakan blunder. Mengapa? “Kita sama-sama tahu bahwa banyak di antara pegawai honorer itu adalah orang-orang bawaan dari pegawai yang sudah ada di birokrasi Pemda.” Alhasil, berbagai faktor tadi, menyebabkan iklim dalam organisasi publik tidak kondusif bagi orang-orang yang mungkin sebenarnya inovatif, kreatif, dan punya integritas tinggi.
T. Basaruddin,
Dekan Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia.
Hampir serupa dengan Wahyudi, T. Basaruddin, dekan Fakultas Ilmu Kom-puter Universitas Indonesia, melihat kurang inovatif, tidak kreatif, serta malasnya PNS merupakan fenomena umum dan mainstream tersebut merupakan akumulasi dari berbagai aspek dan faktor. “Sinyalemen Brouwer mencerminkan fenomena umum PNS di Indonesia,” jelasnya. Tak ingin asal bicara, lulusan S3 dari University of Manchester, Inggris, ini menyebutkan masih buruknya kualitas layanan sebagai indikatornya. Di sini, PNS sebagai penyedia layanan publik belum memiliki budaya dan rasa kepedulian untuk menjadikan layanan sebagai sesuatu yang harus diperhatikan. Meski demikian, ia tidak memungkiri bahwa masih ada sekelompok orang atau profesi yang meskipun berstatus PNS namun dari segi kegiatan sehari-sehari tidak mewakili fenomena umum tersebut. Ia mengambil contoh dokter di rumah sakit puskemas atau para guru di sekolah.
Ariel Heryanto,
Antropolog Sosial.
Sementara itu, Ariel Heryanto, antropolog sosial yang juga dosen di Univer-sity of Melbourne, menuturkan, “Kalau seandainya benar PNS malas, tidak kreatif, dan suka korupsi, saya menduga keras penyebabnya adalah ling-kungan kerja mereka yang meciptakan sosok dan irama kerja seperti itu.” Dalam lingkungan demikian, kata Ariel, siapa pun yang mencoba rajin, kreatif, dan jujur akan melawan arus, “Ia bisa frustrasi, dan mungkin dimusuhi beramai-ramai.”
Arief Budiman,
Sosiolog.
Berbeda dengan Ariel, sosiolog Arief Budiman justru melihatnya dari sisi ber-beda. Ia berpendapat, malasnya PNS lebih dipicu lantaran minimnya kontrol dari masyarakat. Padahal, menurut pria yang masuk dalam Angkatan 66 ini, kontrol dari masyarakat sangat diperlukan guna mengendalikan kinerja PNS. “Sayangnya yang terjadi di negara kita, kontrol dari masyarakat masih dalam batas konteks apakah masyarakat itu mempunyai kekuatan politik apa tidak.” Makanya, ia menggarisbawahi pentingnya kontrol dari pihak-pihak yang memiliki kekuatan politik agar pameo yang menempel pada PNS sirna.Model pendidikan yang belum mementingkan kreativitas turut membentuk sosok PNS yang kurang kreatif. “Pendidikan di SD sampai SMA kurang merangsang peserta didik untuk melakukan eksplo-rasi, mencoba hal-hal baru, dan keinginan untuk menggunakan pengetahuan bagi peningkatan kualitas hidup (knowledge-based society),” cetus Wahyudi lagi. Misalnya, sejak TK, anak sudah dijejali dengan indoktrinasi, salah-satunya, disebutkan bahwa anak yang pandai adalah mereka yang duduk manis, pasif, dan penurut. Ini berbeda dengan cara mendidik anak di negara-negara maju. Mereka dirangsang kreativitas. Ambil contoh dalam pelajaran menggambar. Bila seorang anak menggambar langit dengan warna merah, atau menggambar daun dengan warna cokelat, biasanya mereka ditegur oleh guru dan langsung dibilang “Itu salah!” Sebaliknya, di luar negeri, anak bebas menggambar sesuai imajinasi mereka. Justru guru akan bertanya, “Mengapa langitnya di sini merah? Kalau sekarang kita lihat langit kok warnanya biru, kenapa?” Selanjutnya, anak akan bercerita sesuai imajinasinya. Di sinilah awalnya anak dirangsang untuk kreatif dan inovatif.Hanya saja, Basaruddin mengingatkan meski pendidikan di Indonesia masih terdapat berbagai kelemahan, nyatanya, mereka yang berkecimpung di sektor swasta menunjukkan budaya yang berbeda. “Jadi saya pikir terlalu simplistik untuk menyimpulkan bahwa sifat pemalas, tidak inovatif, serta tidak kreatif merupakan sumbangsih dari dunia pendidikan.”
Sumber: Majalah e-Indonesia
Save the Queen blogspot template is the first template I have created. This is free, supported and ready for download. If you have any questions feel free to leave your comment on my weblog. Hope you like it. Enjoy!
Membuat PNS dan TI Bersatu
Sponsors
Get Updates!
Be our Fan
Blog Archive
- ▼ 2007(39)
- ▼ Agustus(10)
- SDM TIK Masih Butuh Banyak!
- Teknologi Informasi Masa Depan
- Membuat PNS dan TI Bersatu
- TIK Indonesia Belum Merdeka
- Dukung Riset ICT, Perusahaan Tak Usah Bayar Pajak
- Juventus First Team
- Keakraban Warnai Pelatihan Jardiknas 2007
- Organisasi Sistem-Sistem Komputer
- Pelatihan Jardiknas 2007 ICT Center SMK Yamsik Kun...
- Mengganti Tema Blog Anda
- ▼ Agustus(10)
Popular Posts
-
Cisco Networking Academy Graduate Required PT.PrawedaNET Aliansi Teknologi is a company that have core business in A network system integrat...
-
Seperti dipaparkan oleh Ketua Umum Asosiasi Peranti Lunak Indonesia (Aspiluki) Djarot Subiyantoro pada acara Korea-Indonesia Biz Meeting and...
-
Computer Based Information System (CBIS) atau Sistem Informasi Berbasis Komputer merupakan suatu sistem pengolah data menjadi sebuah inform...
-
Buat rekan-rekan guru/teknisi di masing-masing sekolah yang telah memiliki perangkat Wireless dan IP Phone, mari kita manfaatkan koneksi jar...
-
Kawan dan sahabat blogger, teman-teman pengunjung setia weblog saya. Dengan tidak bermaksud meninggalkan jasa blogger.com yang telah membe...
-
Kompetensi adalah spesifikasi sikap , pengetahuan dan keterampilan serta penerapan yang efektif dari sikap, pengetahuan dan keterampilan ...
-
Hampir 40 tahun lalu, Gordon Moore, direktur riset Fairchild Semiconductor mengamati bahwa setiap 18 bulan, kekuatan prosesor meningkat dua ...
-
Dua biji tanaman tergeletak bersisian di dalam tanah musim semi yang subur. BIJI PERTAMA BERKATA , “Aku ingin tumbuh! Aku ingin menghujamk...
-
Melakukan berbagai ujicoba-ujicoba kecil untuk tetap memanfaatkan kecepatan Teknologi Informasi & Komunikasi (TIK/ICT) yang semakin lari...
-
Sepantasnya saya menyampaikan ucapan "Selamat Datang di Dunia IT" buat anak-anakku yang mengambil program keahlian Teknik Komputer...
Add your comment below